Zonasi dan Merdeka Belajar : Kajian Kritis dari Prospektif Kebijakkan

 Abstract views: 615

Authors

  • Sumiana SD Negeri Simomulyo I , Kota Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.36456/bp.vol16.no30.a2712

Keywords:

Zonasi, merdeka belajar, kebijakan

Abstract

Artikel ini merupakan hasil dari studi literatur terkait kebijakan baru dimana masih banyak komponen di dalamnya yang perlu dikaji secara kritis. Untuk itu penulis mengangkat judul “Zonasi dan Merdeka Belajar – Kajian Kritis dari Prospektif Kebijakan” dengan tujuan (1) dapat mendeskripsikan konsep zonasi yang sudah dilaksanakkan di Pendidikan dasar, (2) dapat mendeskripsikan konsep merdeka belajar yang sudah dilaksanakan di Pendidikan dasar, (3) dapat mendeskripsikan konsistensi atau inkonsistensi  kebijakan zonasi dan kebijakan merdeka belajar di Pendidikan dasar, serta (4) mendeskripsikan rekomendasi berdasarkan analisis. Kebijakan pemeritah dalam merdeka belajar memiliki empat fokus utama dalam pendidikan antara lain; penilaian USBN komprehensif, penghapusan UN, penyederhanaan PRR, dan zonasi. Tujuan dari kebijakan pemerintah terkait program zonasi dimana untuk memeratakan pendidikan dengan asumsi tidak ada lagi sekolah favorit atau sekolah menengah kebawah. Maka secara tidak langsung selama bersekolah anak akan dekat dengan lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga. Menindaklanjuti tujuan tersebut dapat dirujuk dari Ki Hajar Dewantara terkait Tri Pusat Pendidikan (Guru, Orang tua, dan lingkungan) dimana dalam membentuk karakter seorang anak agar dapat belajar dengan baik dan siap menghadapi masalah dibutuhkan Tripusat pendidikan (Kurniawan, 2015). Guru pertama bagi seorang anak adalah orang tua. Dimana pertama kali anak belajar bersama orang tua, mengenal segala sesuatu juga dari orang tua. Sekolah adalah tempat menuntut ilmu. Selain pelajaran dan pengetahuan yang diberikan orang tua, seorang anak juga memerlukan bimbingan pendidikan dari sekolah. Kepribadian anak juga terbentuk di sekolah, dari pergaulan disekolah, dari pelajaran yang diberikan guru. Peran masyarakat dalam pembentukan kepribadian seseorang juga memiliki andil besar. Lingkungan yang baik akan membuat seseorang memiliki kepribadian yang baik pula. Lingkungan yang buruk dapat menyebabkan seseorang memiliki kepribadian yang buruk Selain itu dengan adanya kebijakan zonasi ini menuntut guru lebih kreatif dan inovasif untuk melaksaksanakan pembelajaran, missal pembelajaran akan lebih kontekstual karena lingkungan belajar anak dekat dengan sekolah. Missal, pada pembelajaran jual beli dimana dalam tujuan penbelajaran siswa dapat mengenal pelaku ekonomi. Hal ini bisa dicontohkan secara kontekstual dengan mengaitkan materi dengan kehidupan nyata atau lingkungan sekitar siswa yang kebetulan lingkungan siswa tersebut berada di daerah pegunungan maka mayoritas pelaku ekonomi disana adalah petani sayur dan pedagang buah. Hal ini berbeda ketika lingkungan siswa berada di perkotaan maka pelaku ekominya adalah para pedagang fasion dan industry pabrik. Oleh karnanya salah satu tujuan pemerintah melalui kebijakan zonasi ini untuk membentuk guru, orang tua dan lingkungan dalam mendidik anak. Dengan demikian zonasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam membentuk Tripusat (guru, orang tua, dan lingkungan) pendidikan bagi anak.

Downloads

Download data is not yet available.

Author Biography

Sumiana, SD Negeri Simomulyo I , Kota Surabaya

SD Negeri Simomulyo I, Kota Surabaya,

References

Coleman, J. (1968). The Concept of Equality of Educational Opportunity. Harvard Educational Review. https://doi.org/10.17763/haer.38.1.m3770776577415m2

Firdausi, T., Rahmawati, R. D., & Ekayani, D. (2019). Peran Orang Tua sebagai Pendidik dalam Keterampilan Berbicara Anak Usia SD dari Komunitas Sedulur Sikep. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan. https://doi.org/10.17977/um009v28i12019p055

Gustafson-Pearce, O., & Grant, S. B. (2015). The Use of Virtual Environments for Knowledge Sharing in Distance Learning Education, with a View to Informing Industry. International Journal of Knowledge and Systems Science. https://doi.org/10.4018/ijkss.2015070103

KBBI. (2019). KBBI - Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Kemendikbud. (2018). Sistem Zonasi Strategi Pemerataan Pendidikan yang Bermutu dan Berkeadilan. Web. http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_BF0CF9C3-2C2B-4A54-9734-2CB8BB80470B_.pdf

Kemendikbud. (2019). Statistik Persekolahan SMK 2018-2019. In Setjen, Kemendikbud.

Kraut, R., Kiesler, S., Boneva, B., Cummings, J., Helgeson, V., & Crawford, A. (2002). Internet paradox revisited. Journal of Social Issues. https://doi.org/10.1111/1540-4560.00248

Kurniawan, M. I. (2015). Tri Pusat Pendidikan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter Anak Sekolah Dasar. PEDAGOGIA: Jurnal Pendidikan. https://doi.org/10.21070/pedagogia.v4i1.71

Mee, A. (2007). E-learning funding for schools: A policy paradox? In British Journal of Educational Technology. https://doi.org/10.1111/j.1467-8535.2006.00596.x

Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran. https://doi.org/10.30605/jsgp.3.1.2020.248

Nurlailiyah, A. (2019). Analisis kebijakan sistem zonasi terhadap perilaku siswa SMP di Yogyakarta. Realita.

Nurul Hidayah, Sulfahmi Sulfahmi, Iani Zairani, Marwah Yusuf, S. S. (2019). COMBINE ASSURANCE DALAM KONTEKS PENGENDALIAN. Jurnal Ilmiah Ekonomi, Manajeman , Dan Akutansi, 08(02).

Pane, A., & Darwis Dasopang, M. (2017). BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. FITRAH:Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman. https://doi.org/10.24952/fitrah.v3i2.945

Ramli, M., Dasar, P., & Malang, P. N. (2016). Peran Kompetensi Pedagogik Guru Dalam Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar. Peran Kompetensi Pedagogik Guru Dalam Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar.

Revealing “Tut Wuri Handayani” - A Student-Centred Learning Approach- by Ki Hajar Dewantara from The Early 20th Century: A Literature Review. (2016). Revealing “Tut Wuri Handayani” - A Student-Centred Learning Approach- by Ki Hajar Dewantara from The Early 20th Century: A Literature Review. https://doi.org/10.22146/jpki.25295

Skrtic, T. (1991). The Special Education Paradox: Equity as the Way to Excellence. Harvard Educational Review. https://doi.org/10.17763/haer.61.2.0q702751580h0617

Sumiati, T. (2020). Pemetaan Mutu Pendidikan Dan Solusi Terapinya (PMP-St) Jenjang Sma Di Wilayah Kota Palangkaraya. PEDAGOGIK: JURNAL PENDIDIKAN, 15(1). https://doi.org/https://doi.org/10.33084/pedagogik.v15i1.1303

Tali Tal, R. (2004). Community-based environmental education—a case study of teacher–parent collaboration. Environmental Education Research. https://doi.org/10.1080/1350462042000291047

Tchamyou, V. S. (2020). Education, lifelong learning, inequality and financial access: evidence from African countries. Contemporary Social Science. https://doi.org/10.1080/21582041.2018.1433314

UUD 45. (1945). Undang-undang Dasar RI Tahun 1945. Departemen Kesehatan RI.

Zwanzig, R., Szabo, A., & Bagchi, B. (1992). Levinthal’s paradox. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. https://doi.org/10.1073/pnas.89.1.20

Published

25-10-2020

How to Cite

Sumiana. (2020). Zonasi dan Merdeka Belajar : Kajian Kritis dari Prospektif Kebijakkan. Buana Pendidikan: Jurnal Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Unipa Surabaya, 16(30), 150–157. https://doi.org/10.36456/bp.vol16.no30.a2712